Don't miss

Kamis, 15 Januari 2015

Peraturan Kepala LKPP Nomor 18 tahun 2014 tentang Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


By on 08.03

Salah satu regulasi yang hot di kalangan pemerintahan adalah Peraturan Kepala LKPP Nomor 18 tahun 2014 tentang Daftar Hitam Dalam Pengadan Barang/Jasa Pemerintah. Yah, sudah menjadi semacam jalurnya bahwa perihal pengadaan selalu menjadi fungsi yang diatur ketat. Bukan apa-apa, kalau di swasta, uang dikeluarkan untuk diputar sehingga berujung pada keuntungan. Membeli HPLC untuk laboratorium QC adalah untuk mempercepat rilis material yang berujung pada cepatnya produk sampai ke pasar dan dibeli konsumen sehingga duit balik. Pemerintah? Dikasih uang oleh APBN, 'dihabiskan' untuk kepentingan rakyat, lalu dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan.

Nah, mari kita kulik sedikit tentang PerKa LKPP Nomor 18 tahun 2014 ini. Satu per satu, biar komprehensif.



Peraturan ini dibuat dengan mempertimbangkan pelaksanaan ketentuan Pasal 118 ayat (2) huruf b, Pasal 124 dan Pasal 134 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Juga untuk memberikan perlindungan dan pedoman bagi Penguna Anggaran (PA)/Kuasa Penguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP)/Pejabat Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa. Serta sudah jelas bahwa Pengadaan Barang/Jasa yang transparan dan akuntabel sangat diperlukan untuk melindungi Penyedia Barang/Jasa yang jujur dan bersaing secara sehat, sehinga didapatkan Penyedia Barang/Jasa yang andal dan dapat dipercaya.

Sebelum masuk lebih dalam ke dalam kenangan, ada baiknya kita menyimak beberapa terminologi yang digunakan dalam peraturan baru ini.

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang atau Jasa oleh Kementerian atau Lembaga atau SKPD atau Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.
Lembaga Kebijakan Pengadan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadan Barang/Jasa Pemerintah.
Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi, yang selanjutnya disebut K/L/D/I adalah instansi/institusi yang mengunakan Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Penguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah pejabat pemegang kewenangan pengunan angaran K/L/D/I atau pejabat yang disamakan pada Institusi lain Penguna APBN/APBD.
Kuasa Penguna Angaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk mengunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk mengunakan APBD.
Daftar Hitam adalah daftar yang dibuat oleh K/L/D/I yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi oleh PA/KPA berupa larangan mengikuti Pengadan Barang/Jasa pada K/L/D/I dan/atau yang dikenakan sanksi oleh Negara/Lembaga Pemberi Pinjaman/Hibah pada kegiatan yang termasuk dalam ruang lingkup Peraturan Presiden tentang Pengadan Barang/Jasa Pemerintah. Sedangkan Daftar Hitam Nasional adalah kumpulan Daftar Hitam yang dimuat dalam Portal Pengadan Nasional.
Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang selanjutnya disebut APIP (sebut saja Auditor) adalah aparat pada K/L/D/I yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelengaran tugas dan fungsi organisasi.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertangung jawab atas pelaksanan Pengadaan Barang/Jasa.
Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi K/L/D/I yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.
Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung.
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.
Kontrak Pengadan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola. 
Portal Pengadan Nasional adalah pintu gerbang sistem informasi elektronik yang terkait dengan informasi Pengadan Barang/Jasa secara nasional yang dikelola oleh LKPP dengan alamat situs htps://inaproc.lkpp.go.id.
Hari yang dimaksud dalam peraturan ini adalah hari kerja.

Ruang lingkup PerKa LKPP nomor 18 tahun 2014 ini meliputi:
a. Perbuatan yang dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam;
b. Tata cara pengenan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam; dan
c. Pembatalan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam.
So, di luar itu, nggak termasuk ke dalam peraturan ini. Mungkin di peraturan lainnya.

SUMBER
Nah, perbuatan semacam apa yang layak dikenakan sanksi untuk dimasukkan ke dalam daftar hitam? Oh, sebelumnya ditekankan dulu bahwa pengenaan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa saat proses pemilihan dan/atau pelaksanaan kontrak ya. Dalam peraturan, disebutkan bahwa Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam apabila:
1. berusaha mempengaruhi Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan/Kontrak dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lainnya untuk mengatur Harga Penawaran di luar prosedur pelaksanan Pengadan Barang/Jasa, sehinga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain;
3. membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan PBJ yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan;
4. mengundurkan diri setelah batas akhir pemasukan penawaran dengan alasan yang tidak dapat dipertangungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan;
5. mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertangungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh PPK;
6. tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak secara bertangung jawab;
7. berdasarkan hasil pemeriksaan APIP terhadap pemenuhan penggunaan produksi dalam negeri dalam PBJ, ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan Barang/Jasa produksi dalam negeri;
8. ditemukan penipuan/pemalsuan atas informasi yang disampaikan Penyedia Barang/Jasa;
9. dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK yang disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/Jasa;
10. tidak bersedia menandatangani Berita Acara Serah Terima akhir pekerjaan;
11. terbukti terlibat kecurangan dalam pengumuman pelelangan;
12. dalam evaluasi ditemukan bukti adanya persaingan usaha yang tidak sehat dan/atau terjadi pengaturan bersama (kolusi/persekongkolan) antar peserta, dan/atau peserta dengan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadan/PPK;
13. dalam klarifikasi kewajaran harga, Penyedia Barang/Jasa menolak menaikkan nilai jaminan pelaksanzan untuk penawaran di bawah 80% HPS;
14. hasil pembuktian kualifikasi ditemukan pemalsuan data;
15. menolak Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dengan alasan yang tidak dapat diterima secara objektif oleh PPK;
16. mengundurkan diri dan masa penawarannya masih berlaku dengan alasan yang tidak dapat diterima secara objektif oleh PPK;
17. menawarkan, menerima, atau menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah atau imbalan berupa apa saja atau melakukan tindakan lainnya untuk mempengaruhi siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan PBJ;
18. tidak memperbaiki atau mengganti barang akibat cacat mutu dalam jangka waktu yang ditentukan;
19. tidak menindaklanjuti hasil rekomendasi audit Badan Pemeriksa Keuangan/APIP yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan Negara; 
20. terbukti melakukan penyimpangan prosedur, KKN, dan/atau pelangaran persaingan sehat dalam pelaksanan PBJ.

Penyedia Barang/Jasa yang melakukan perbuatan di atas dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam selama 2 tahun. Seluruh Penyedia Barang/Jasa yang bergabung dalam satu konsorsium/kemitraan dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam apabila melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud diatas. Sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam yang dikenakan kepada kantor pusat perusahaan berlaku juga untuk seluruh kantor cabang/perwakilan perusahaan. Jadi, kalau PT. Berkah Abadi Mandiri Membahana Kantor Pusat Jakarta masuk daftar hitam, maka PT. Berkah Abadi Mandiri Membahan cabang Timbuktu juga masuk ke dalam daftar hitam. Sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam yang dikenakan kepada kantor cabang/perwakilan perusahaan berlaku juga untuk kantor cabang/perwakilan lainnya dan kantor pusat perusahaan. Jadi, PT. Berkah Abadi Mandiri Mebahana cabang Bekasi juga kena. Gitu. Akan tetapi, sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam yang dikenakan kepada perusahan induk tidak berlaku untuk anak perusahaan. Dan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam yang dikenakan kepada anak perusahaan tidak berlaku untuk perusahan induk.

Nah, sekarang bagaimana mekanismenya? Ternyata urutannya panjang juga. Nggak serta merta karena penyedianya hitam, maka dimasukkan ke dalam daftar hitam.

Pertanyaan pertama, siapa yang berwenang menetapkan sanksi pencantuman dalam daftar hitam? PA/KPA-lah yang berwenang menetapkan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam kepada Penyedia Barang/Jasa melalui Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam.

Caranya?

Pengenaan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam dilakukan melalui tahapan yang meliputi:
PENGUSULAN >> PEMBERITAHUAN >> KEBERATAN >> PERMINTAAN REKOMENDASI >> PEMERIKSAAN USULAN >> PENETAPAN >> PENCANTUMAN/PEMASUKAN DALAM DAFTAR HITAM >> PENCANTUMAN/PEMASUKAN DALAM DAFTAR HITAM NASIONAL

Mari kita baca, satu-satu aku sayang ibu. Untuk pengusulan, dalam hal PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan mengetahui/menemukan adanya indikasi perbuatan Penyedia Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) (itu loh, yang segambreng kelakuan nakal, tak warna-warnai diatas) maka PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan melakukan pemeriksaan dengan cara melakukan penelitian dokumen dan melakukan klarifikasi dengan mengundang pihak terkait. Siapakah pihak terkait? Tentu saja Penyedia Barang/Jasa dan/atau pihak lain yang diangap perlu. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan, dan Penyedia Barang/Jasa serta pihak lain yang diangap perlu sebagai saksi. Ingat, bukan saksi nikah, ya!
Nah, dalam hal Penyedia Barang/Jasa pada pelaksanaan Pemeriksaan tidak hadir atau hadir tetapi tidak bersedia menandatangani Berita Acara Pemeriksaan maka Berita Acara Pemeriksaan cukup ditandatangani oleh PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan dan pihak lain yang diangap perlu sebagai saksi. Ya, kali kalau mau dihukum terus nggak bersedia. Asal jangan bawa golok aja, sih.
Berita Acara Pemeriksaan tadi sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal jadian identitas para pihak, keterangan para pihak, kesimpulan pemeriksaan, dan tanda tangan para pihak.
Sesudah itu, PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadan menyampaikan usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam kepada PA/KPA paling lambat 3 hari setelah Berita Acara Pemeriksaan ditandatanganiUsulan itu disampaikan kepada PA/KPA melalui surat usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam yang sekurang- kurangnya memuat identitas Penyedia Barang/Jasa (meliputi nama Penyedia Barang/Jasa--nama perusahan apabila berbentuk badan usaha atau nama yang menandatangani surat penawaran/surat perjanjian apabila berbentuk orang perseorangan--, alamat Penyedia Barang/Jasa, nomor izin usaha--untuk Penyedia Barang/Jasa yang memiliki izin usaha--, dan NPWP Penyedia Barang/Jasa), nama paket pekerjaan, nilai total HPS, perbuatan yang dilakukan oleh Penyedia Barang/Jasa, Berita Acara Pemeriksaan; dan bukti pendukung (surat pemutusan kontrak, foto mantan, rekaman, dan lain-lain). Format surat usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam tercantum kok dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Ciyeee, tidak terpisahkan, ciyeee.

Berikutnya adalah pemberitahuan. PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan menyampaikan tembusan surat usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam kepada Penyedia Barang/Jasa. Penyampaian tembusan surat usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam itu dilakukan pada hari yang sama dengan waktu penyampaian usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam. Harus hari yang sama? Kok ngeri? Tenang, penyampaian tembusan surat usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam kepada Penyedia Barang/Jasa itu bisa dilakukan melalui surat elektronik (e-mail), Faksimile, jasa pengiriman, atau diantar langsung.

SUMBER
Bocah aja kalau mau dihukum protes, hal yang sama berlaku untuk Penyedia Barang/Jasa. Mereka boleh keberatan, asal jangan keberatan kenangan. Penyedia Barang/Jasa yang merasa keberatan atas usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam dari PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada PA/KPA disertai bukti pendukung paling lambat 5 hari sejak tembusan surat usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam diterima. Penyedia Barang/Jasa tidak dapat mengajukan keberatan dalam jangka waktu itu tadi jika pada jangka waktu tersebut APIP telah melakukan pemeriksaan dan klarifikasi dalam rangka menindaklanjuti usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam yang disampaikan dari PA/KPA. Dalam hal keberatan Penyedia Barang/Jasa diterima oleh PA/KPA pada saat APIP sedang/telah melakukan pemeriksaan dan/atau klarifikasi maka keberatan Penyedia Barang/Jasa dimaksud diangap tidak berlaku. Jadi, buru-burulah.

Kemudian, PA/KPA menindaklanjuti usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam dari PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan dan/atau keberatan Penyedia Barang/Jasa dengan menyampaikan kepada APIP yang bersangkutan paling lambat 5 hari sejak surat usulan penetapan dan/atau surat keberatan diterima. Bola panas pindah kepada APIP. Kasian, deh.

Kenapa panas? Karena APIP menindaklanjuti usulan penetapan dan/atau keberatan dengan cara melakukan pemeriksaan dan klarifikasi kepada PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan, Penyedia Barang/Jasa dan/atau pihak lain yang diangap perlu paling lambat 10 hari sejak surat usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam dan/atau keberatan diterimaDalam hal hasil pemeriksan dan klarifikasi menyatakan bahwa Penyedia Barang/Jasa melakukan perbuatan melanggar yang segambreng tadi maka APIP menyampaikan rekomendasi kepada PA/KPA agar Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam. Dalam hal hasil pemeriksaan dan klarifikasi menyatakan bahwa Penyedia Barang/Jasa tidak melakukan perbuatan yang layak masuk Daftar Hitam, maka APIP menyampaikan rekomendasi kepada PA/KPA agar Penyedia Barang/Jasa tidak dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam. Dalam hal hasil pemeriksaan dan klarifikasi menyatakan bahwa keberatan Penyedia Barang/Jasa ditolak (ciyeee, ditolak), maka APIP menyampaikan rekomendasi kepada PA/KPA agar Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam. Dalam hal hasil pemeriksan dan klarifikasi menyatakan bahwa keberatan Penyedia Barang/Jasa diterima maka APIP menyampaikan rekomendasi kepada PA/KPA agar Penyedia Barang/Jasa tidak dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam.

Jadi, si APIP itu utamanya ya ngecek belaka. Nah, sesudah dicek, PA/KPA menerbitkan Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam atau Penolakan atas usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam berdasarkan rekomendasi APIP paling lambat 5 (lima) hari sejak rekomendasi diterima, dan pada hari yang sama Surat Keputusan Penetapan atau Penolakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam disampaikan kepada Penyedia Barang/Jasa dan PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan.
Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam itu tadi sekurang-kurangnya memuat identitas Penyedia Barang/Jasa (nama Penyedia Barang/Jasa--nama perusahan apabila berbentuk badan usaha atau nama yang menandatangani surat penawaran/surat perjanjian apabila berbentuk orang perseorangan--, alamat Penyedia Barang/Jasa, nomor izin usaha--untuk Penyedia Barang/Jasa yang memiliki izin usaha--, dan NPWP Penyedia Barang/Jasa), ringkasan rekomendasi APIP, nama paket pekerjaan, nilai total HPS, jenis pelanggaran, jangka waktu berlakunya sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam, dan nama PA/KPA.
Sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam berlaku sejak tangal Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam ditetapkan. Format Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam juga tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini, demikian halnya dengan format Surat Keputusan Penolakan atas usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pokoknya tidak boleh pisah, gitu.

Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam berdasarkan penetapan oleh PA/KPA tidak dapat mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh K/L/D/I dalam jangka waktu 2 tahun sejak tanggal ditetapkannya Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam. Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar
Hitam berdasarkan penetapan BUMN/BUMD, lembaga donor, pemerintah negara lain dan/atau putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha/putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap dalam bidang Pengadaan Barang/Jasa, tidak dapat mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh K/L/D/I dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh BUMN/BUMD, lembaga donor, pemerintah negara lain dan/atau Komisi Pengawas Persaingan Usaha/Pengadilan.

PA/KPA mencantumkan/memasukkan Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam berdasarkan Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ke dalam Daftar Hitam. PA/KPA menyampaikan surat kepada LKPP untuk mencantumkan/memasukkan Daftar Hitam ke dalam Daftar Hitam Nasional dan dimuat dalam Portal Pengadaan Nasional dengan melampirkan Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam paling lambat 5 (lima) hari sejak tangal Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam ditetapkan. Makanya tadi  sanksinya berlaku se-Indonesia Raya Merdeka-Merdeka karena memang disetor ke LKPP. Format surat penyampaian Daftar Hitam dari PA/KPA kepada LKPP sendiri tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

LKPP kemudian mencantumkan/memasukkan Daftar Hitam ke dalam Daftar Hitam Nasional berdasarkan surat penyampaian Daftar Hitam dari PA/KPA setelah dilakukan penelitian terhadap kelengkapan Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam dan dokumen pendukung berupa surat usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam dari PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan, surat keberatan Penyedia Barang/Jasa (apabila ada keberatan), dan surat rekomendasi APIP.
Dalam hal hasil penelitian LKPP menyatakan bahwa dokumen surat penyampaian Daftar Hitam dari PA/KPA diangap lengkap, LKPP selanjutnya mencantumkan/memasukkan Daftar Hitam ke dalam Daftar Hitam Nasional. Dalam hal hasil penelitian LKPP menyatakan bahwa dokumen surat penyampaian Daftar Hitam dari PA/KPA diangap belum lengkap, LKPP  meminta kekurangan dokumen dimaksud kepada PA/KPA untuk dilengkapi.
 
Nah, jangan memasukkan sesuatu perusahaan ke daftar hitam karena perkara benci (uhuk!) karena kebenaran atas isi Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam dan dokumen pendukung adalah menjadi tangung jawab PA/KPA. LKPP tidak bertangung jawab terhadap keabsahan Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam dan dokumen pendukung.

Daftar Hitam Nasional ini dimutakhirkan setiap saat oleh LKPP dan dimuat dalam Portal Pengadan Nasional.

LKPP mencantumkan/memasukkan Penyedia Barang/Jasa yang terbukti melakukan tindakan persekongkolan, penipuan, pemalsuan, Korupsi, Kolusi dan/atau Nepotisme di bidang Pengadan Barang/Jasa ke dalam Daftar Hitam Nasional berdasarkan penyampaian salinan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan dan/atau PA/KPA. Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam oleh PA/KPA tetap berlaku sejak tangal penetapan walaupun jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5), Pasal 8 ayat (2), Pasal 10, Pasal 11 (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 14 ayat (2) di dalam peraturan ini terlampaui. 

Ups, sekali lagi, jangan sembarangan, karena sanksi juga ada buat yang asal-asalan. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (5) dan/atau Pasal 8 ayat (2) terlampaui maka PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Berkorelasi pada PP 53 kalau begini. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 dan/atau Pasal 12 ayat (1) dan/atau Pasal 14 ayat (2) terlampaui maka PA/KPA
dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) terlampaui maka APIP dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Walau sudah masuk Daftar Hitam, bisa kok dibatalkan. Pembatalan atas penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam didasarkan atas putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. PA/KPA berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam. PA/KPA menyampaikan surat permintaan kepada LKPP untuk menghapus pencantuman Penyedia Barang/Jasa dari Daftar Hitam Nasional dengan disertai Surat Keputusan Pembatalan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam dan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. LKPP menghapus pencantuman Penyedia Barang/Jasa dari Daftar Hitam Nasional berdasarkan permintan PA/KPA setelah dilakukan klarifikasi. Format Surat Keputusan pembatalan atas penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Format surat permintaan untuk menghapus pencantuman Penyedia Barang/Jasa dari Daftar Hitam Nasional tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Disebutkan juga bahwa Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi berdasarkan Surat Edaran Kepala LKPP Nomor: 02/SE/KA/2009 Perihal Daftar Nama Perusahan/lndividu yang masuk dalam Daftar Hitam dan Peraturan Kepala LKPP Nomor 7 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam dinyatakan masih dikenakan sanksi sampai dengan berakhirnya masa berlaku sanksi. Dengan berlakunya Peraturan ini maka Peraturan Kepala LKPP Nomor 7 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Fiuh. Panjang ya. Ya, memang begitulah peraturannya. Lebih lanjut sila Googling sesuai judulnya, atau bisa KLIK DISINI untuk mengunduh Peraturan Kepala LKPP Nomor 18 tahun 2014 tentang Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

About Ariesadhar

Apoteker, Auditor Wanna Be dan Author Oom Alfa (Bukune, 2013).

0 komentar :