Turut prihatin kepada para mahasiswa Farmasi UI yang menjadi korban kecelakaan di laboratorium. Ya, saya bisa membayangkan ketika tabung destilasi yang besar itu njebluk, sudah jelas dan sudah pasti parah. Well, saya sendiri beruntung selama berpraktikum cuma pernah sekali bikin cuil gelas ukur raksasa. Itu juga sebabnya tolol, pipet volum yang ujungnya runcing itu kan cukup ya kalau dimuat di dalam gelas ukur, nah pas menyusunnya saya menekan terlalu kencang sehingga dasar gelas ukur itu bolong. Cuil nggak penting kali pokoknya.
Saya memahami bagaimana cerita jebluk itu bisa terjadi, karenanya berikut saya paparkan kegundahan yang dialami oleh mahasiswa farmasi ketika berada di laboratorium.
1. Tidak Berbekal Cukup
Banyak memang mahasiswa farmasi yang masuk ke laboratorium tanpa bekal ilmu yang cukup. Saya masuk ke lab farmasetika hanya bermodal pengetahuan bahwa tinctura opii itu adalah opium. Nggak tahu soal timbangan, mortir, dkk. Banyak pula yang pokoknya ngelab. Namun di lubuk hati yang terdalam, orang-orang yang merasa berbekal cukup ini pasti memperlihatkan ketidakcukupan itu dalam wujud takut menyentuh benda-benda mahal. Ketika asisten bilang bahwa kuvet itu mahal, banyak yang nggak mau pegang, padahal dengan pengetahuan yang cukup pasti memegang kuvet bukanlah masalah yang cukup krusial. Mahasiswa farmasi terjebak dalam kondisi bahwa dia tidak siap, tapi kalau tidak masuk ke lab, malah ketinggalan, jadi ya mau nggak mau masuk tanpa bekal yang cukup.
2. Risiko Pecah dan Mengganti Alat Gelas
Ketika praktikum, mahasiswa farmasi selalu memiliki risiko barang pecah dan konsekuensinya adalah mengganti. Ya, kalau cuma sekadar beker glass dan alat gelas murah lainnya mungkin nggak masalah. Namun menjadi kasus ketika yang pecah adalah alat yang mahal dan belum tentu dijual di Indonesia. Teman saya seangkatan pernah memecahkan tabung polarimeter. Tabung ini harganya setengah mati mahalnya dan tidak ada di Indonesia. Ya, namanya bekerja dengan alat gelas, risiko itu selalu ada, sehati-hatinyapun kita bekerja.
3. Selalu Jadi Yang Bersalah
Dalam kasus mahasiswa farmasi UI, saya cenderung bertanya bagaimana peran laboran dan asisten praktikum. Dahulu ketika jadi asisten praktikum, saya selalu diingatkan bahwa kasus yang terjadi selama praktikum itu juga adalah tanggung jawab asisten. Ketika praktikum mikromeritik, saya mengawasi betul praktikan yang sedang mengintip ukuran partikel karena gelas objeknya khas, punya cekungan dan itu mahal. Namun yang selalu terjadi di setiap kampus, pelaku yang notabene adalah praktikan selalu menjadi oknum yang pasti bersalah, bahkan dalam kasus dia tidak diajari mengoperasikan suatu alat tertentu dan kemudian menyebabkan kerusakan.
4. Laporan dan Tanggung Jawab Data
Praktikum itu bukan senang-senang. Ini beda dengan praktikum saat SMA yang kental urusan senang-senang. Di dalam kehidupan mahasiswa farmasi, setiap praktikum yang dilakukan harus dilaporkan datanya dan dianalisis sebab akibatnya. Ada tujuan, ada data, ada analisis, dan harus disimpulkan. Praktikum tidak sekadar menangkap angka-angka atau bentuk yang muncul ketika praktikum, tapi lebih penting dari itu adalah menganalisisnya. Makanya, setiap ada data yang terancam ngawur, mahasiswa farmasi pasti kagok dan disitulah kemudian ketiadaan integritas memunculkan manipulasi data. Mindset bahwa data harus benar bikin niatan manipulasi data muncul, padahal semestinya kalau datanya ngawur justru itu yang harus dianalisis. Ya, kan?
5. Tidak Keren
Mahasiswa farmasi itu kebanyakan cewek, dan di lab itu mana ada pakai make up. Jangankan pakai make up, pakai jas lab saja dilakukan sambil lari. Lari dari kenyataan. Makanya, jangan bandingkan mahasiswa farmasi yang lagi ngelab dengan mahasiswa ekonomi. Nah, supaya tetap tsakep, sebenarnya bisa saja sih tetap menjadi Perfect Beauty. Caranya? Ya, tinggal belanja di toko online ini.
Begitulah suka duka ngelab bagi mahasiswa farmasi. Sekali lagi, turut prihatin buat yang kena jebluk dan semoga yang lain tetap berhati-hati selama praktikum. Amin.
0 komentar :
Posting Komentar